Minggu, 09 November 2008

Pahlawan vs Pengkhianat

gaulislam edisi 055/tahun ke-2 (12 Dzulqa'idah 1429 H/10 Nopember 2008)







Bulan Nopember gini emang paling asik ngomongin tentang pahlawan. Soalnya tiap tanggal 10 Nopember, bangsa Indonesia biasanya suka memperingati momen itu sebagai hari pahlawan. Pahlawan kemerdekaan pembela bangsa dan negara pun dipuja-puja dan disanjung. Bahkan khas negara nasionalis yang suka mengadakan upacara bendera, mengheningkan cipta bagi arwah para pahlawan juga menjadi menu wajib.


Terlepas dari lirik lagu mengheningkan cipta yang nyerempet pemujaan terhadap para pahlawan secara berlebihan, pada faktanya jasa para pahlawan itu diabadikan cuma sebatas monumen dan museum, nggak lebih. Kasihan banget ya? Hmm…




Pahlawan bangsa dipuja


Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Kamu semua pasti pernah dengar ungkapan tersebut ya. Alhasil, penghargaan jasa para pahlawan ini diwujudkan dalam bentuk materi berupa patung, monumen, prasasti dan semacamnya. Semua hal tersebut memberi kesan heroik agar bisa ditiru oleh generasi setelahnya.


Upacara tiap hari Senin dan hari-hari besar nasional pun digelar, dalam rangka mengingat jasa para pahlawan dan menumbuhkan semangat nasionalisme di kalangan generasi penerus. Bagi mereka yang mangkir upacara karena satu dan lain alasan, bakal dituduh nggak berjiwa nasionalis en nggak menghargai perjuangan para pahlawan. Tapi sesungguhnya, apakah bisa kesetiaan nasionalisme diukur dari rajin nggaknya seseorang ikut upacara bendera? Nggak banget. Coba deh kamu pikir dan rasa dalam-dalam (idih dalam, emangnya gali sumur!)


Wajah-wajah para pahlawan dicetak dalam bentuk poster kemudian ditempel di dinding-dinding kelas mulai SD sampai SMA. Dianggapnya dengan cara seperti ini jasa para pahlawan itu sudah terbayar lunas. Padahal faktanya generasi muda kita termasuk kamu-kamu semua belum tentu juga mengenal mereka yang dipajang itu. Kenal saja nggak apalagi meneladani perjuangannya. Maka tak heran di kelas saya dulu ketika zaman SMA, foto-foto para pahlawan itu diganti dengan foto-foto penghuni kelas terutama mereka yang memang kepingin sok ngartis. Dan uniknya, tak ada satu guru pun yang protes. Mungkin dianggapnya lebih kreatif karena mereka berpose ibaratnya pahlawan dengan warna hitam putih seolah-olah gambarnya diambil tempoe doeoloe.


Tidak itu saja, pahlawan juga banyak tuh yang dibuatkan patungnya. Bukannya menghormati dan menghargai, para pahlawan ini riskan dipuja-puja berlebihan sehingga menghilangkan esensi makna kepahlawanan itu sendiri. Mereka toh tak pernah meminta untuk dipuja dan dipuji sedemikian rupa. Mereka hanya ingin agar perjuangan yang telah dilakukannya diteruskan dengan sebaik-baiknya, bukan malah dinodai dengan menggadaikan negeri.




Pahlawan bangsa dikhianati


Coba kamu perhatikan bagaimana para pahlawan bangsa ini dikhianati oleh mereka yang mengaku sok nasionalis. Waduh, jangan keburu merinding bulu betis kamu ya, ini bukan soal gawat-gawatan, tapi biar kamu nyadar aja gitu. Nyantai aja. Ok?


Perjuangan para pahlawan demi memerdekakan rakyat negeri ini dari penjajahan bangsa asing, penuh dengan pengorbanan darah, harta, airmata bahkan nyawa. Mereka tidak rela harga diri sebagai bangsa dinjak-injak harkat dan martabatnya, sehingga tak ada jalan lain kecuali berjuang. Dan ketika akhirnya perjuangan itu telah membuahkan hasil, ternyata pengkhianat bangsa mengambil alih peranan. Dimulai dari kampanye agar rakyat memilihnya, para pengkhianat ini menggadaikan negeri Indonesia dengan harga murah melalui UU. Di antara UU itu adalah UU migas, UU kelistrikan, dan banyak UU lainnya yang intinya adalah ketundukan terhadap kekuatan asing yang jelas-jelas berniat menjajah Indonesia dalam wajah baru. Nah, lho, kamu kudu ngeh tuh. Jangan cuma ngeh hasil pertandingan sepakbola aja atau hapal lagu-lagu anyar dari seleb idolamu. Catet, yo!


Para pengkhianat ini bersembunyi di balik jas rapi dan berdasi yang kerjanya cuma rapat basa-basi. Sedikit ada peluang untuk memperkaya diri, maka korupsi pun dilakoni. Nggak peduli lagi deh sama rakyat yang mati kelaparan, yang penting keluarga sendiri aman dan sejahtera. Bolehlah sekali-kali terjun ke lapangan berbaur dengan rakyat miskin asal dengan syarat disorot kamera demi keuntungan memperoleh suara bila pemilu datang. Halah!


Itulah gambaran Indonesia kini dengan para pejabat yang sok mengaku berjiwa nasionalis dan sok menasihati pentingnya menghargai jasa para pahlawan. Di saat yang sama mereka pula yang menjual bangsa ini pada asing, melakukan korupsi besar-besaran di seluruh lapisan jabatan, menggusur rakyat tak berdaya dan diganti dengan mal-mal modal asing, dll. Hehehe.. jangan sport jantung dulu dengan gaya tulisan ini ye! Belum maksimal kok. Ini baru narik tali gas dikit aja.


Sungguh kasihan para pahlawan kita, jerih payahnya disalahgunakan oleh para pejabat oportunis itu. Darah dan nyawanya ternyata cuma seharga bangunan fisik gedung-gedung bertingkat atas nama pembangunan. Di manakah rakyat kecil yang dulu selalu dibela oleh para pahlawan itu? Ternyata rakyat yang dicintai oleh para pahlawan itu tinggal di kolong jembatan, berlari-lari dikejar satpol PP, bayi-bayi yang busung lapar, mereka yang tak berdaya dihempas kemiskinan struktural alias tak bisa kaya karena dibuat miskin oleh negara.




Ayo, hargai jasa pahlawan!


Menghargai jasa pahlawan bukan cuma bisa dilafalkan di mulut atau hanya berbentuk seremonial belaka dengan mengheningkan cipta pada upacara bendera. Menghargai jasa para pahlawan adalah pertama mula meluruskan sejarah bangsa yang banyak dibelokkan demi kepentingan golongan tertentu saja, utamanya sih yang sedang berkuasa pada saat sejarah ditulis. Sudah saatnya kebohongan kepada publik mulai dibongkar dan kebenaran ditunjukkan ujud nyatanya.


Bung Tomo dengan suaranya yang menggelegar dan menggugah semangat berjuang arek Suroboyo, tidak semata-mata melakukan itu semua demi membela bangsa dan negara saja. Lebih dari itu, mengusir penjajah dari bumi tempatnya berpijak adalah sebuah kewajiban dan kesadarannya dalam berakidah Islam. Jika bukan karena dorongan Islam, mengapa pula Bung Tomo bersusah-payah memekikkan takbir sebelum menyerang musuh? Tul nggak?


Pahlawan yang lain demikian pula. Mulai dari nama-nama sekaliber Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Teuku Cik Ditiro, Cut Nyak Dien, Pattimura, Sultan Hasanuddin, Fatahillah dll berjuang melawan penjajah bukan semata-mata membela bangsa dan negara. Sejatinya, Islam adalah motivator utama ketika akidah dan syariah yang saat itu menjadi peraturan kesultanan-kesultanan Islam di nusantara, diinjak-injak oleh para imperialis Belanda dan 'balad korawanya' macam Portugis dan Inggris. Hal inilah yang seringkali disembunyikan dari kita, seolah-olah kesan yang ditimbulkan adalah para pahlawan itu sangat nasionalis sekali perjuangannya. Nggak banget deh!


Pada faktanya, para pahlawan itu tak mengenal istilah nasionalisme ketika itu. Mereka berjuang karena dorongan akidah Islam karena penjajah mulai menginjak-injak harga diri mereka sebagai manusia. Parahnya lagi, para penjajah juga bertugas sebagai misionaris dan berusaha memurtadkan penduduk nusantara yang notabene muslim untuk menjadi Kristen. Jadi, sudah saatnya jalannya sejarah yang nggak bener itu untuk kembali diluruskan. Agar jasa para pahlawan itu akan terlihat jelas sehingga generasi muda mampu menghargainya dengan bingkai sejarah kejujuran.


Langkah kedua untuk menghargai jasa para pahlawan adalah menjalankan roda pemerintahan negeri ini dengan baik dan benar. Baik artinya adalah dikelola oleh mereka yang memang orang baik di bidangnya. Bukan hanya profesional namun juga berahlak mulia sehingga jauh dari niat dan tindakan korupsi ataupun hal-hal yang merugikan rakyat. Benar artinya adalah negeri ini dikelola dengan aturan yang benar. Aturan yang benar ini sudah diberikan panduannya oleh Yang Mahamemiliki Kebenaran berupa syariat Islam dalam segenap aspek kehidupan, bukan cuma kalo mati dan kawinan saja Islam baru dipake.


Langkah selanjutnya adalah menjadikan sejarah itu sebagai cermin untuk melangkah ke depan. Sejarah kelam jangan ditutupi namun jadikan pembelajaran agar jangan terulang. Misal sejarah kelam dihapuskannya kalimat 'dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya' dari sila pertama Pancasila. Lalu sejarah kelam Tanjung Priok 1984 yaitu dibunuhnya para ulama yang menolak azas tunggal oleh rezim orde baru. Nggak perlu deh ditutup-tutupi lagi karena toh yang namanya bangkai pasti akan tercium juga. Betul ndak?


Hal yang sama berlaku juga dalam sejarah emas Indonesia yaitu berani meluruskan bengkoknya sejarah kebangkitan nasional. Budi Utomo yang jelas-jelas menolak persatuan Indonesia dan menolak pemakaian bahasa Indonesia karena para pimpinannya lebih memilih bahasa Jawa dan Belanda, tidak lagi pantas dijadikan tonggak kebangkitan nasional. Syarikat Islam (SI)-lah yang pertama kali menyadarkan pentingnya persatuan nasional melalui Kongres Nasional Central SI di Bandung. Bila pemerintah berani mengambil langkah kejujuran ini, maka so pasti generasi muda kita nggak akan pernah hidup lagi dalam kebohongan sejarah, insya Allah.




Jadilah pahlawan, bukan pengkhianat


Yup, jangan jadi pengkhianat karena tempat yang pantas buat mereka cuma di neraka. Ih…takut banget kan? Pahlawan bukan cuma sebatas skala nasional, tapi jadilah pahlawan yang lintas batas sebuah bangsa yang sempit. Pahlawan internasional dengan Islam saja yang layak mendapat pengorbanan kita, bukan nusa dan bangsa dalam bingkai nasionalisme. Bila Islam yang kita bela, sudah tentu nusa dan bangsa termasuk di dalamnya. Tapi bila membela nusa dan bangsa, belum tentu kita masuk surga karena sungguh Rasulullah melarang kita untuk terpecah-pecah karena kesukuan dan kebangsaan.


Muslim di Malaysia, di China, Amerika, Arab, Inggris, Palestina, di mana pun mereka berada, mereka adalah saudara kita. Jangan sampai kita menjadi pahlawan bangsa dengan membunuh saudara seiman, naudzhubillah. Jadi tak ada gunanya bertengkar karena hal sepele dengan negara tetangga seperti masalah perbatasan atau kesenian. Musuh sebenarnya kita adalah kapitalisme yang diemban oleh Amerika dan sekutunya untuk dipaksakan pada kita. Bila kita lengah dan menjadi pengikutnya, maka sungguh kita telah menjadi pengkhianat sejati. Pengkhianat bagi negeri, rakyat sendiri, hati nurani, dan tentunya mengkhianati Islam.


Semua ada di tangan kita untuk memilih, akan menjadi pahlawan ataukah pengkhianat? Dan semua perbuatan sudah pasti akan ada pertanggungjawaban masing-masing.So, tancapkan dalam hatimu bahwa kita adalah generasi baru yang akan menghargai jasa pahlawan tidak sebatas simbol saja, tapi dalam tataran nyata dengan Islam saja sebagai pedoman hidup bernegara bagi seluruh kaum muslimin. Bagaimana, setuju kan? Harus itu! [ria: riafariana@yahoo.com]

salam #055


Assalaamu'alaikum wr. wb.


Met jumpa lagi di dengan gaulislam. Kali ini kita kita sama-sama ketemuan di edisi ke-55, di pekan ke-55. Wuih, udah setahun lebih nih kita gabung ya. Yoi, insya Allah akan terus bersama walau mungkin kamu nantinya udah nggak sekolah di tempat yang sama. Ya iyalah, masa mau tinggal kelas. Hehehe.. Insya Allah kamu tetap bisa dapetin gaulislam di mana pun kamu berada, kalo pun udah lulus sekolah. Sebab, kalo kamu butuh buletin ini, tinggal call kita aja untuk pesan dan kamu bisa aktif nyebarin di lingkungan sekitar kamu. Ok?


Sobat muda muslim, kamu pasti dengar dong sekarang lagi ribut-ribut bahas RUU Pornografi, juga ada pro-kontra pernikahan di bawah umur. Sebenarnya persoalan hidup manusia bukan cuma dua masalah itu, banyak banget. Kalo dipikirin semua mungkin nggak bakal bisa kita tangani sendiri. Bro, kalo dipikir lebih jernih sih, RUU Pornografi itu disahkan atau nggak, tetap aja nggak menyelesaikan masalah. Why? Karena sistem ini sudah cukup menjadi neraka. Sistem kehidupan Kapitalisme-Sekularisme yang diterapkan oleh negara ini adalah bukan Islam. Yang harus dilakukan pada akhirnya adalah mengkampanyekan kepada masyarakat bahwa semua ini biang keroknya adalah sitem sekuler itu. Satu-satunya jalan ya cuma diganti. Bukan diperbaiki. Kalo sepeda motor kamu mesinnya bejat diganti apa diperbaiki? Lebih baik tentu diganti. Biar nggak rewel-rewel lagi.


Oke deh, nggak lama-lama, met baca aja deh. Sip!



Salam,


Redaksi

animo #055

Assalamu'alaikum. Aku mau usul nih, gmn kAlo kAmu adain roadshow ttg tips2 mnulis bwt kita2 di SMA. Bagus keknya tuh! Ayo, psti kamu bisa deh. Spy kt2 dpt ilmunye.



Agus, Cikarang [+6281317265xxx]




'alaikumussalam Agus. Ow, pengen jg sih nglaksanain usulmu, tp kita garap yg dkt dulu deh. Mksh bnget ya.



Asslm. Wr.Wb. GI tuh jujur, blakblakkan, berani, benar, enak dibaca, menghibur, datanya oke, gaya nulisnya bagus2 banget. Terus terang tanpa tedeng aling2. Itu yg gw suka. Thx banget bwt sluruh kru rdksi GI. Smangat!



Gunawan Asmara, Jakarta [+628889036xxx]




Wswrwb Gunawan. O gitu ya? Hmm... makasih banget dah. Kamu juga udah berani kirim SMS ke kita. Sip!



Assalaamu'alaikum. Waaahhh.. payah nih GI, koq aku baru dapet kamu sih. Diem-diem.. eh udah edisi 054, tahun ke-2. Wah, sayang banget nih aku br dpt kmu tlat banget.



Anggoro, Yogyakarta [+6281802722xxx]




'alaikumussalam Anggoro. Yeee.. kamu kemana aja selama ini, wong kita udah online sejak setahun lalu kok. Hehe.. blm tlat sigitu sih, kl dah 10 thn bru telat :D



Asslm. Wrwb. Deeeuhhhh.. mkin hri mkin moncer aja nih GI. Smpah, gw mkin cnta sm kamu. Pmbhsan kamu oke bnget. Palagi kmu dibhs tiap rabu pg di KISI 93.4 FM. Jd bs tahu tuh suara Kang Oleh+Kang Iwan. Makin asoooy!



Kiki, Bogor Tengah [+628567181xxx]




'alaikumussalam Kiki. Ehm.. kamu bikin GI jadi salting aja deh. Sip, makasih buat kamu yg udah setia baca GI.

Sabtu, 08 November 2008

Gayamu, Identitasmu

gaulislamedisi 054/tahun ke-2 (5 Dzulqa'idah 1429 H/3 Nopember 2008)




Kamu termasuk yang doyan dandan? Bagus atuh, asal dandanannya yang bener. Maksudnya yang menutup aurat gitu lho. Kalo sampe anak cewek berpakaian yang justru malah memperlihatkan bagian "DAJAL" alias dada dan bujal (baca: udel) itu udah keterlaluan banget. Apalagi setiap jengkal dari auratnya sangat mudah ditelusuri mata-mata cowok nggak tahu diri dan nggak tahu syariat. Lho, emangnya nggak boleh ya berpakaian seperti itu? Boleh, asal kamu pakenya di dalam kamar kamu sendirian. Jangan dipamerin di muka umum, Non.


Berpakaian itu adalah bagian dari gaya dan identitas lho. Nggak percaya? Suku Asmat di Papua sana, mereka yang masih mengenakan koteka dan setia dengan pakaian adatnya, sebenarnya ia sudah mengkomunikasikan kepada siapa pun bahwa mereka punya gaya sendiri dan tentunya identitas khas mereka. Punya nilai dan punya pendapat sendiri.


Bagaimana dengan yang ditindik or pearcing? Nah, memang dibilangnya itu gaya, life style, dan tentunya emang jadi identitas dong. Selain pengen nunjukkin kalo dirinya anak gaul, juga biar bisa gabung dengan komunitas yang begituan juga. Jadinya, ya memang sengaja bikin identitas diri. Persis jaman dulu, di tahun 60-an ada gaya hippies, terkenal banget. Bukan hanya terkenal karena gerakan protesnya menentang norma-norma seksual yang puritan, etika protestan, gerakan-gerakan mahasiswa menentang perang, anti senjata nuklir, anti masyarakat yang fasis, militeris, nggak manusiawi en nggak natural, tapi juga mendunia alias masyhur dengan simbol-simbol yang dikenakannya. Kalung manik-manik, celana jins, kaftan-jubah longgar sepanjang betis-yang pada awalnya merupakan pakaian tradisional Turki, sandal, mantel, dan jaket yang dijahit dan disulam sendiri, untuk membedakan mereka dengan golongan orang-orang yang memakai stelan resmi dan berdasi.


Kaftan banyak digunakan sebagai pakaian khas orang-orang hippies karena jenis pakaian ini biasanya berharga murah, sehingga nggak berkesan borjuis, dan membebaskan pemakainya dari kungkungan kerah, kancing en ikat pinggang yang ketat. Oya, simbol yang paling mencolok adalah rambut mereka yang panjang dan lurus. Rambut-rambut yang natural, tanpa cat, tanpa alat pengeriting, tanpa dihiasi dengan pernik-pernik apapun, tanpa wig. Kaum laki-laki hippies juga memelihara rambut panjang, lengkap dengan janggut dan kumis yang dibiarkan tumbuh lebat tanpa dipotong. Ini yang membedakan mereka dari golongan orang tua mereka. Sepuluh tahun kemudian gaya hippies yang pada awalnya tumbuh untuk menentang kemapanan ini mendapat serangan dari golongan The Skinheads (kepala plontos).


Kalo anak masjid gimana? Ya, sama aja. Gayanya pasti beda dong dengan anak nongkrong, meski nongkrong dalam arti sesungguhnya pasti banyak yang melakukannya pada pagi hari di ruangan sempit bernama WC (eh, jangan jorse ya, tulis aja dengan bahasa kiasan, lagi nge-download, gitu! Hehehe.. emangnya ngunduh file di internet!).


Yoi man, anak masjid ama anak yang suka ngongkrong di pinggir jalan pasti beda gaya. Wong tempat mangkalnya aja beda. Anak nongkrong yang berduit bisa ngumpul di café atawa diskotik sekalian dugem. Kalo bokek ya di pinggir jalan sambil nyanyi-nyanyi nggak karuan. So, beda banget gayanya dan pasti identitas yang ingin ditunjukkin ke orang-orang juga beda tujuannya. Iya nggak sih?




Jangan mau dijajah gaya hidup ngawur


Kenapa sih sebagian dari kita merasa senang dan bangga kalo masuk komunitas anak gaul? Yup, karena pencitraan terhadap anak gaul saat ini adalah anak yang ngerti dan bisa ngikutin perkembangan jaman. Lebih gawat lagi kalo kemudian jadi gaya hidup dan identitas dirinya. Namanya juga gaya hidup, berarti bagian dari aturan hidupnya. Misalnya aja berpakaian, mereka milih dong pakaian yang cocok sebagai anak gaul. Nggak mungkin anak gaul pake sarungan ama peci. Bukan cuma takut dianggap anak santri tapi khawatir diledekin "belum kering" karena abis sunat atau disangka mo ngeronda.


Sebenarnya kamu bisa tersiksa lho dengan gaya dan identitas kamu yang kayak gitu. Mending kalo benar dan baik, lha kalo salah dan ngawur? Emang sih setiap orang ingin punya citra diri agar bisa diterima di level sosial tertentu. Ya, citra merupakan bagian yang nggak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat modern. Citra udah jadi menu harian bagi masyarakat yang kenal peradaban.


Kamu yang tinggal di perkotaan (bahasa kerennya urban), citra merupakan media komunikasi atas suatu kelas sosial. Kamu pengen nampilin dirimu seperti yang kamu inginkan di hadapan publik. Nah, citra ini emang akan membentuk penggunanya untuk tetap berada dalam kelompok sosialnya. Itulah mengapa anak masjid ya gaulnya ama anak masjid, anak jalanan juga cocok gabung ama anak jalanan lagi. Ada kesamaan pikir dan rasa. Pokoknya, citra juga bisa digunain untuk mempertahankan eksistensi dan menyampaikan sebuah pengakuan atas identitas diri. Seperti yang di sampaikan Erving Goffman dalam The Presentation of Self in Everyday Life (1959), "kehidupan sosial terutama terdiri dari penampilan teatrikal yang diritualkan, yang kemudian dikenal sebagai pendekatan dramatugi "(dramtugical approach).


Citra dan penampilan diri seolah menjadi suatu keharusan bagi semua manusia yang ingin dianggap modern, classy, gaul dan metropolis. Atau yang disebut Mike Featherstone dengan "estetisasi kehidupan sehari-hari"(Consumer Culture and Postmodern; 1991).


Intinya nih, jangan mau dijajah oleh gaya hidup yang nggak benar dan nggak baik, apalagi gaya hidup yang ngawur. Misalnya, dalam komunitasmu doyan seks bebas, konsumsi narkoba, harus pake baju tertntu yang ngumbar aurat, pake seragam kayak gini, dan itu sebuah keharusan yang nggak bisa ditawar lagi. Itu namanya kamu dijajah oleh gaya hidup ngawur. Jangan mau terus begitu deh.




Be your self


Kamu pernah nonton film Face Off yang dibintangi John Travolta dan Nicolas Cage? Wah, punya wajah yang ketukar rasanya risih juga ya? Detektif Sean Archer yang diperankan John Travolta melalui operasi plastik saat kecelakaan ditukar dengan wajah milik Castro Troy (Nicolas Cage)-bajingan yang membunuh anaknya. Problem baru muncul, Sean dengan wajah Castro dipenjara, sementara Castro dengan wajah Sean berkeliaran dan berusaha membunuhnya. Wuih, bayangkan, punya wajah orang lain, padahal jasadnya adalah jasad kita. Pikiran dan perasaannya juga punya kita. Berabe banget kan?


Kira-kira kalo boleh ngambil 'hikmah' dari film tersebut, kita bisa tahu, meski berlindung di balik wajah orang lain, tapi kita adalah diri kita. Makanya tepat, unsur pembentuk kepribadian adalah akal dan jiwa kita bukan wajah or assesoris lainnya. Kamu akan tetap menjadi dirimu, meski kamu berusaha menutupi kelemahan kamu dengan kedok wajah atau perilaku orang lain. Dengan maksud kamu tak dikenali identitas aslinya, karena mendompleng ketenaran orang lain. Lalu kamu puas dan bisa ikutan tenar. Padahal sejatinya, kamu tetap kamu, bukan siapa-siapa.


Hal lain yang sering membuat teman-teman remaja termakan budaya yang nggak benar adalah karena merasa bahwa hal itu ibarat pilihan antara hidup atau mati. Merasa bahwa bila nggak tampil gaya, identitasnya bakal bermasalah di mata teman-teman kamu. Ujung-ujungnya kamu takut nggak diterima dalam kelompok kamu.


Kamu bisa saksikan ada anak-anak muda yang merasa perlu menetapkan ciri-ciri kelompok mereka. Misalnya saja dari sisi jenis musik yang digandrungi. Mereka akan membentuk gank yang ciri-cirinya mirip gaya pemusik atau kelompok musik pujaannya. Misalnya saja, setiap anak yang mau gabung dengan gank yang maniak musik metal atau heavy metal, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: tampang harus Romusa alias Roman Muka Sadis atau Primus (Pria Muka Setan), badan dipenuhi tatto yang serem-serem-misalnya gambar tengkorak (tapi bukan tengkorak ikan, lho), terus rambutnya gondrong lurus (soalnya kalo kriting or galing itu cocok untuk jenis musik dangdut!), selain itu mungkin juga 'diwajibkan' mengamalkan 'jampi-jampi' seperti ini: "Aku berlindung kepada metal, dari godaan dangdut yang terkutuk!" Gubrak! (sambil megangin jidat yang benjut)


Wah, berabe juga ternyata, ya? Iya lah. Apalagi identitas yang dibangun ternyata berlandaskan gaya hidup peradaban lain-selain Islam. Kalo remaja Islam banyak yang tampil bukan dengan identitas Islam, alamat kebangkitan Islam masih jauh panggang dari api. Iya, dong, gimana bisa bangkit, lha wong kaum musliminnya aja ogah bergaya hidup islami. Sedih banget Bro. Suer, identitas sebagai seorang muslim lenyap dan berganti dengan identitas dari ideologi/agama lain. Rekan remaja yang seperti itu kan berarti pikiran dan jiwanya nggak dipoles dengan ajaran Islam. Jelas dong. Kalo udah islami, mana mungkin mau berbuat begitu. Iya nggak?




Identitas diri? Cukup Islam saja ya


Soal gaya dan identitas remaja ini memang awalnya adalah persoalan mubah. Dalam artian bahwa bergaya itu sendiri dibolehkan. Tapi masalahnya adalah, gaya remaja sekarang udah banyak yang mengarah kepada identitas suatu kaum atau peradaban tertentu yang memang bukan berasal dari ajaran Islam. Bagi teman-teman remaja nggak usahlah ngikutin gaya yang merupakan identitas kepribadian peradaban selain Islam. Jangan ikut-ikutan yang nggak bener deh. Rasulullah saw. bersabda:



لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ



"Kamu telah mengikuti sunnah orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke dalam lubang biawak kamu tetap mengikuti mereka. Kami bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang engkau maksudkan itu adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani? Baginda bersabda: Kalau bukan mereka, siapa lagi?" (HR Bukhari Muslim)


Waduh ngeri juga ya? Lha iya, bagi seorang muslim terlarang baginya mengikuti budaya atau gaya hidup kaum lain. Bisa berbahaya. Bahkan seharusnya bangga menjadi seorang muslim yang memiliki identitas islami. Oya, identitas islami yang hakiki adalah pikiran dan perasaannya dibalut dengan ajaran Islam. Insya Allah itu akan menyelamatkan kamu, dan tentu saja itulah identitas Islam kamu yang sebenarnya. Ok? So, bangga jadi muslim ye! [solihin: osolihin@gaulislam.com]

salam #054


Assalaamu'alaikum wr. wb.


Bro en Sis, met jumpa lagi ya sama kita-kita yang insya Allah nggak bosen deh nyapa sekaligus menemani kamu semua belajar tentang Islam yang komunikasinya dikemas dengan bahasa remaja. Semoga kebersamaan kita tetap terjaga hingga batas waktu yang selama mungkin. Kalo pun kamu udah bangkotan, yang nulisnya juga udah punya cucu kali (hihihi..), gaulislam tetap menjadi teman kamu dan mungkin juga diwariskan ke anak-cucu kamu. Semoga ya. Waduh, berarti sampai pada tua dong? Ya iyalah, diusahakan sih gitu. Ada bahkan media remaja yang udah terbit sejak tahun 70-an, berarti kan itu udah lebih dari tiga puluh tahun menemani remaja yang berganti-ganti. Siapa tahu kamu yang sekarang baca tuh media dulunya bapak-ibu kamu juga pembacanya. Nah, gaulislam juga kepengen paling nggak seperti itu. Doain ya. Insya Allah kita akan coba terus berbenah. Sip!


Oya, gimana edisi kemarin? Ada yang seru kan? Yoi, rubrik baru kita ternyata cukup menarik perhatian kamu semua. Ada banyak SMS yang masuk pengen dijawab masalahnya sama kita-kita. Waduh, jadi kewalahan nih. Tapi nggak apa-apa. Berarti kamu semua percaya sama kita-kita di sini untuk menjawab masalah kamu semua. Makasih ya. Semoga saja rubrik ini makin seru dan makin banyak peminatnya, serta kamu semua bisa ambil manfaat dari masalah teman kamu dan jawabannya dari kita-kita.


Eh, sampe kelupaan. Untuk edisi 054 ini, semoga kamu bisa dapetin manfaat yang banyak juga ya. Enjoy!



Salam,


Redaksi

animo #054

Assalamu'alaikum. Eds RLI (Rmja Lskr Islam) kren bngt. Bgus. Enak dbcnya. GI bnr2 bs ngertiin rmj. Bltin rmj sjns yg ada, kyknya ga laku tuh! Anak2 pd mintanya GI :-)



Linawati, Cibinong [+6281315704xxx]




'alaikumussalam Linawati. Alhamdulillah. Makasih ya. Semoga GI tetap nempel di hati para remaja Islam.



Asslm. Wr.Wb. Bahasan kmu ttG VIRGINITAS TOP BGT dAh. Aq jd tMbaH jg diri. GI emang cocok bwt rmj. Bravo GI!



Iin Syahidah, Bogor [+6285692872xxx]




Wswrwb Iin. Terima kasih ya. Semoga kamu jd tmbah pinter dan istiqomah dlam Islam. Semangat!



Assalaamu'alaikum. CerITA neh. Aq kan bc kamu, tp kt tEMan ngajiku, GI tuh dilarang, mnding bc ini aja (smbil nunjukkin bltin rmja jg, ga usah disbt nmnya ya). Aq tNYa dia: koq dilarang, emng nApA? diA ga bs JWb. Lucunya, pas guru ngajIKu dTg, doi bw GI & membacanya. Hehehe...



Fitri, Bekasi [+628561968xxx]




'alaikumussalam Fitri. Ah, ada2 saja. Biarin aja deh. Kita buktikan saja, mana yg menang krn bersaing sehat, & mana yg kalah mski mndpat proteksi dr lmbaga trtentu.



Asslm. Wrwb. Usul nih, adain QUIS dong stiap edisi, TTS atau apalah, syaratnya beli GI, gitu. Trs bwt di Klinik GAULISLAM, adain doorprize jg ya. Trs, KaPAn GI ngdain jumpa pmbca, udah gak tahan neh pngn ktemu redaksimu.



Maya, Darmaga, Bogor [+628382028xxx]




'alaikumussalam Maya. Usulmu kita "rebus" dulu ye.. biar mateng. Hehehe.. makasih banget, Sis!

Jumat, 07 November 2008

Islam Tak Bisa Disentuh?

gaulislamedisi 053/tahun ke-2 (27 Syawal 1429 H/27 Oktober 2008)




Hehe… Islam tak bisa disentuh alias untouchable? Ah, jadi inget judul film lawas, The Untouchables (1987) yang dibintangi Sean Connery, Kevin Costner dan Robert De Niro. Film tentang gangster yang merajalela di Chicago tahun 1920-an ini dikemas apik oleh sutradara Brian De Palma--yang juga sukses menggarap Mission
: Impossible (1996). Disebut untouchable karena kelompok bandit itu tak pernah bisa tersentuh hukum alias kejahatannya tetap menakutkan masyarakat tanpa bisa dijerat hukum karena lembaga pengadilan kalah pamor dan tentu saja para pengadilnya bisa dengan mudah dijejali duit oleh gerombolan bandit ini.


Nah, yang saya maksud Islam tak bisa disentuh ini adalah seolah Islam tuh nggak bisa disentuh sama umatnya sendiri. Kok bisa sih? Buktinya, banyak kaum muslimin yang nggak kenal dengan ajaran Islam. Malah banyak kaum muslimin yang mengambil ajaran dari Barat. Banyak kaum muslimin yang nggak paham hukum syariat tentang larangan mendekati zina, misalnya. Sebaliknya, banyak kaum muslimin lebih suka mempraktikkan gaya hidup permisif dan hedonis warisan budaya Barat. Wajar kalo seks bebas marak, perjudian bejibun, dan kriminalitas meningkat. Para tokoh cendekiawan muslimnya pun lebih mahir meng-hapal dan mengamalkan pendapat-pendapatnya Voltaire dan Montesque ketimbang hadis-hadis Rasulullah saw. dan pendapat para imam mazhab. Apakah ini salah Islam? Tentu tidak.


Islam nggak salah apa-apa. Bahkan Islam memberikan cahaya terang. Kitanyalah sebagai umatnya yang nggak mau mengenal Islam. Padahal, Islam udah disebarkan sejak lama oleh Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Bahkan udah nyebar sampe ke negeri ini. Namun, Islam hanya sebatas agama dan dikenakan simbol-simbolnya saja. Sementara akidahnya masih bolong-bolong diyakini, syariatnya masih compang-camping nggak karuan.


Bukti nyatanya, banyak kok kaum muslimin yang rajin shalat dan rajin puasa, tapi akidahnya kedodoran karena banyak yang masih percaya dukun dan ilmu pengasihan untuk kelancaran hidupnya. Banyak pula kaum muslimin yang kemana-mana senang mengenakan simbol-simbol Islam yang mudah tampak seperti pake peci, sorban, berkerudung (bukan jilbab), mengenakan baju takwa (baju koko), juga ada yang sarungan., tapi pengamalan syariatnya memprihatinkan. Gimana nggak, simbol Islam dikenakan, tapi judi jalan terus, pacaran hot, bahkan remaja puteri yang mengenakan kerudung tapi ikut larut di arena konser musik, campur-baur dengan lawan jenis dan jejingkrakan sehingga tak ada bedanya dengan mereka yang umbar aurat. Duh, mengenaskan sekali nasib kaum muslimin ini. Islam hanya dijadikan sebagai ibadah ritual saja. Sementara pengamalan syariatnya, pengokohan akidahnya nyaris nggak bisa dipelajari karena kemalasan dari kaum muslimin itu sendiri. Musibah!


Yup, kalo gitu benar banget apa yang dikatakan Muhammad Abduh, "al-Islamu mahjubun bil muslimin - agama Islam terhalangi oleh kaum muslimin." Betul, cahaya dan keagungan Islam pudar oleh perbuatan umatnya sendiri. Umat Islam menjadi perusak citra Islam. Untuk kalangan seperti ini, bukan salah Islam sehingga menganggap Islam the untouchable, tapi justru merekalah yang tak mau disentuh dan tersentuh dengan nilai dan ajaran Islam. Setuju nggak sih?




Salah paham tentang Islam


Sobat muda muslim, ada lagi penyakit yang menerpa kaum muslimin saat ini, yakni salah paham terhadap ajaran Islam. Intinya, Islam nggak dipahami dengan benar dan baik oleh kaum muslimin. Mengapa ini bisa terjadi? Setidaknya ada tiga faktor. Pertama, kaum muslimin salah mengambil jalan hidup, bukan Islam yang diambil, tapi ideologi selain Islam. Mereka menganggap bahwa Islam tak bisa menjadi alat perjuangan, sehingga tak perlu dilibatkan mengatur kehidupan. Kedua, kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Ketiga, adanya upaya sistematis mengaburkan pema-haman Islam yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam melalui tokoh-tokoh yang berasal dari kaum muslimin hasil didikan musuh-musuh Islam. Lengkap sudah penderitaan kaum muslimin saat ini. Menyedihkan banget, Bro.


Faktor pertama yang memicu salah paham tentang Islam adalah karena kaum muslimin salah dalam mengambil jalan hidup. Halah, ini sih pastinya bukan cuma salah paham, tapi yang jelas udah salah jalan, karena salah mengambil sumber informasinya. Kayak orang mau bepergian ke suatu tempat, tapi peta jalannya salah. Hmm.. itu sih nyampe kagak, nyasar udah pasti. Tul nggak?


Beberapa bukti atas fakta ini adalah, banyaknya kaum muslimin yang memper-juangkan feminisme, demokrasi, sekularisme, kapitalisme, bahkan sosialisme dengan menganggap bahwa hal itu lebih relevan untuk saat ini. Waduh, celaka banget tuh. Sebab, sejatinya ide-ide itu bertentangan dengan Islam dan bahkan menentang Islam. Itu tahapan idenya. Akibatnya dalam tataran praktik, nggak sedikit kaum muslimin yang bangga menyan-dang istilah "Kiri" (baca: kaum sosialis) hingga akhirnya mereka berjuang di masyarakat dengan cara-cara seperti yang dilakukan kaum sosiali, Berarti ideologinya ya sosialisme-komunisme. Padahal dirinya muslim, lho. Kadang ada yang masih suka shalat juga. Tapi nggak konek antara pikir dan rasanya. Campur aduk antara Islam dan Sosialisme. Gawat!


Oya, nggak sedikit pula dari kaum muslimin yang merasa sudah menjadi manusia seutuhnya ketika memperjuangkan demokrasi dan HAM. Maka, seks bebas tumbuh subur, pergaulan bebas antara laki dan perempuan jadi tradisi, pengingakaran terhadap agama juga marak. Menyedihkan sekali bukan? Inilah buah dari salah mengambil informasi jalan hidup, karena menganggap Islam tak mampu menyelesaikan kehidupan hingga akhirnya memilih kapitalisme dan juga sosialisme. Hmm.. kasihan banget!


Sobat, untuk faktor kedua yang memungkinkan munculnya salah paham terhadap Islam adalah kaum muslimin tidak utuh mempelajari Islam. Setengah-setengah, gitu lho. Kasarnya sih, apa saja dari Islam yang menurutnya baik dan menyenangkan diambil, sementara yang bikin ribet bagi dirinya ditinggalin jauh-jauh. Ini namanya pilah-pilih sesuka nafsunya. Bukan atas pertimbangan akidah dan syariat Islam. Superkacau banget kan pemahamannya?


Shalat akan dilaksanakan kalo dengan shalat ia merasa tentram dan tenang. Jadi bukan atas pertimbangan hukum syara dan ketataan kepada Allah Swt. dalam melaksanakan shalat, tapi karena shalat membuat dia tenang. Itu sebabnya, ia akan mengambil ajaran Islam tentang shalat. Tapi jika menurut hawa nafsunya ajaran shalat itu bisa mengganggu aktivitasnya berbisnis, maka ia akan tinggalkan shalat itu. Karena menganggap waktu shalat itu mengganggu urusan penting yang dia kerjakan. Daripada memilih menghentikan sementara kepentingan bisnisnya untuk shalat, ia malah memilih kepentingan bisnis dan meninggalkan shalat.


Itu sebabnya, setengah-setengah dalam mempelajari Islam berdampak tidak utuhnya pemahaman tentang Islam. Tanggung, gitu lho. Bukan tak mungkin pula jika akhirnya marak bermunculannya para pelaku malpraktik dalam ajaran Islam. Hukum yang wajib dilakukan malah ditinggalkan, tapi yang sunah dikerjakan seolah menjadi kewajiban. Contohnya, banyak para wanita yang getol shalat sunnah tahajjud, tapi kalo keluar rumah rambutnya dibiarkan bebas tanpa ditutupi kerudung dan bagian tubuhnya dengan sukses dilihat orang lain karena tak menutup aurat dengan sempurna. Piye iki? Harusnya kan yang wajib dilakukan, yang sunnah juga dikerjakan semampunya. Inilah yang disebut malpraktik alias salah prosedur dalam menjalankan syariat Islam, Bro.


Nah, mengenai faktor ketiga yang sangat mungkin memicu terjadinya salah paham terhadap Islam adalah banyaknya cendekiawan muslim yang menyampaikan Islam dengan pemahaman yang keliru. Islam yang disampaikan itu sudah dimodifikasi terlebih dahulu, sesuai selera dan keinginan mereka yang dipesankan dari musuh-musuh Islam. Mungkin saja cendekiawan muslim yang menyebarkan pemahaman Islam yang keliru ini nggak nyadar kalo dirinya diperalat oleh musuh-musuh Islam, atau bisa saja mereka tahu bahwa yang disampaikannya itu keliru tapi karena demi jabatan atau harta berlimpah yang dijanjikan kalangan tertentu yang membenci Islam, akhirnya ya mereka lakukan juga tugas salahnya tersebut.


Ya, betul, bahkan ada cendekiawan muslim yang berusaha keras memperjuangkan sekularisme, getol mendakwahkan demokrasi, nggak lelah terus menyebarkan liberalisme dalam Islam. Apakah mereka ulama? Ya, jika dilihat dari keilmuannya sangat boleh jadi mereka ulama. Tapi seperti kata Rasulullah saw. ulama itu ada dua jenis: ulama yang benar dan baik, tapi juga ada ulama yang jahat dan buruk perbuatan maupun pemikirannya. Waspadalah terhadap tipe jenis ulama yang jahat ini.


Oya, apakah ini salah Islam? Nggak kok. Ini murni salah pelakunya. Entah tanpa disadarinya atau disadarinya dengan sangat. Sebab, yang jelas adalah kesalahan dari mereka yang menyebarkan Islam dengan informasi yang keliru. Akibatnya, tentu banyak kalangan awam dari kaum muslimin yang mengikuti apa yang disampaikan ulama jahat ini dengan alasan hal itu memenuhi selera liberalnya sebagai muslim yang nggak mau terikat ajaran Islam. Mereka menganggap bahwa agama hanya urusan pribadi dan tentunya negara nggak boleh sama sekali menerapkan aturan negara berdasarkan aturan agama untuk ngurus rakyat. Ya, inilah sekularisme, sobat. Berbahaya!




Ayo bangga menjadi Muslim!


Jangan tuduhkan kesalahan kepada Islam, jika banyak kaum muslimin yang hidupnya setengah Islam dan setengah kufur. Itu karena dirinya telah mengambil ajaran Islam semata yang dia suka sembari mengambil jalan hidup lain untuk yang membuat dia juga merasa nyaman. Pilih-pilih sesuka selera hawa nafsunya. Ini bunglon namanya. Padahal, kalo beriman kepada Allah Swt. ya harus jelas dan sepenuhnya. Nggak boleh nyari aman. Allah Swt. udah ngingetin manusia dalam firmanNya (artinya):



وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآْخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ



"Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang (menjadi kafir kembali). Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata." (QS al-Hajj [22]: 11)



So, kalo diri kita udah menjadi Muslim, berarti sepenuhnya kita sadar akan peran kita yang sesungguhnya, yakni bukan hanya sekadar melaksanakan ajaran Islam karena kita Muslim, tapi juga menjadi penjaga ajaran Islam dan bahkan menjadi pembela dan pejuang Islam. Itu lebih mantap deh! Sumpah!


Oya, jangan salahkan Islam kalo kita hanya mampu menjadi Muslim yang "apa adanya" karena menganggap Islam nggak bisa disentuh (untouchable) oleh dirinya. Sejatinya itu kesalahan kita karena nggak mau belajar Islam. Berarti kita yang justru nggak mau menyentuh dan disentuh oleh Islam. Padahal, kita wajib bangga menjadi Muslim, karena Islam yang kita peluk adalah agama yang akan menyelamatkan kita di dunia dan di akhirat. Ok? Allahu'alam. [solihin: osolihin@gaulislam.com]